GAYUS HP Tambunan memang fenomenal. Mantan pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan ini mampu membius khalayak publik negeri ini dengan tindakan negatifnya. Tak hanya menimbun kekayaan dari para pengemplang wajib pajak (WP) yang ditaksir mencapai Rp 100 miliar lebih, tapi juga piawai mengkadali beberapa oknum institusi aparat penegak hukum untuk seenaknya keluar dari jeruji balik besi, tempatnya mendekam saat ini. Sempurna ! Tak ada warga negeri ini yang mampu dan sehebat Gayus menjalankan skenario sempurna ini. Apalagi, untuk level pegawai negeri sipil yang baru menduduki golongan III A.
Tentu butuh keberanian melakukan itu semua. Praktik nakal yang seharusnya dihindari seorang abdi Negara yang digaji dari uang rakyat. Dan, Gayus adalah aktornya. Jebolan STAN ini piawai mengatur kasus para pengemplang wajib pajak. Termasuk mengakali besaran denda agar tidak sebesar yang seharusnya mereka bayar. Gayus sendiri telah mengakui perbuatan busuknya ini didepan majelis hakim PN Jakarta Selatan. Setidaknya, menurut pengakuan Gayus, ada tiga anak perusahaan Group Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resource dan PT Arutmin, yang dia bantu saat mengurus pajaknya. Nilai sogokannya antara USD 500 ribu hingga USD 2 Juta.
Butuh Obat Pembasmi
Untuk bisa tumbuh dan hidup, manusia butuh makan. Agar sehat, maka makanan yang dikonsumsi manusia harus mengandung minimal empat sehat lima sempurna. Pun dengan hewan dan tumbuhan. Supaya pertumbuhannya berjalan maksimal, mahluk Tuhan ini membutuhkan asupan gizi. Namun, pertumbuhan manusia, hewan, dan tumbuhan tidak akan berjalan normal manakala ada gangguan. Entah itu dalam bentuk hama tanaman, maupun penyakit. Kedua-duanya mempunyai sifat perusak pertumbuhan. Itu wajar karena kedua “begundal” ini tak hanya menyerang system kekebalan tubuh (imun), tapi juga merusak fungsi alat tubuh.
Nah, kiasan itu juga sedikit mengambarkan sosok Gayus HP Tambunan. Ibaratnya, kita hidup dalam kehidupan berbangsa. Maka Gayus adalah hama dan penyakitnya. Gayus adalah perampok dan pengisap system kekebalan tubuh bangsa ini. Jika perusak system kekebalan tubuh ini dibiarkan hidup dalam organ tubuh, maka lambat laun tubuh juga tidak akan mampu melawan. Satu-satunya cara adalah dengan mengobati. Misalnya, jika kita sakit panas dingin, maka dibutuhkan paracetamol, sebagai obatnya. Pun, dengan kasus Gayus ini. Karena apa yang dilakukan Gayus mengindikasikan kita sebagai bangsa dalam hidup tidak normal lantaran sakit.
Pertanyaannya, apakah obatnya ? Pertama, hemat penulis adalah memerkarakan kasusnya. Mulai dalam keterlibatannya dalam kasus mafia pajak hingga yang terbaru, kasus penyuapan terhadap mantan Karutan Mako Brimob Kompol Iwan S. Dalam kasus mafia pajak, penegak hokum harus berani membongkar WP siapa saja yang terlibat kongkalikong dengan Gayus. Pasalnya, hingga saat ini polisi hanya berani menyidik satu WP yakni PT SAT. Padahal, masih ada 43 WP pajak yang terindikasi terlibat mafia pajak, termasuk tiga perusahaan milik Bakrie Group. Gayus juga terang-terangan mengakui menerima duit dari para WP ini.
Tidak kalah penting adalah mengusut uang Rp 75 miliar milik Gayus yang disita kepolisian. Siapa sebenarnya pemilik uang dalam rekening itu. Polisi seharusnya terbuka dan transparan dalam mengusut kasus ini. Pasalnya, selama ini polisi hanya berkutat mengurus penyuapan PT SAT ke Gayus saja. Sementara pokok masalah seperti dibiarkan kabur. Kalau ini dibiarkan, maka obat yang dicari untuk menyembuhkan penyakit tubuh bangsa ini juga akan sia-sia karena tak akan sembuh. Bahkan, bisa kembali kambuh sewaktu-waktu. Sejatinya, kepolisian sendiri memiliki obat yang mujarab. Mereka memiliki penyidik dan piranti super canggih untuk membongkar kasus ini segamblang-gamblangnya.
Entah apa masalahnya hingga obat mujarab itu tak kunjung digunakan untuk menyembuhkan penyakit yang diderita bangsa ini. Tentu polisi harus menjawab semua ini. Jangan biarkan kasus ini menguap seperti kasus rekening gendut para jenderal itu. Obat kedua adalah memiskinkan Gayus sebagaimana yang dilontarkan Ketua MK Mahfud MD. Wacana yang dikemukan Mantan Menteri Pertahanan era Presiden Abdurahman Wahid yang dikenal dengan integritasnya ini adalah ide yang menarik dan patut dipertimbangkan aparat penegak hokum negeri ini. Terutama untuk para tikus-tikus yang merusak sendi-sendi perekonomian negeri ini. Tidak ada jalan lain.
Selain menjatuhkan hukuman fisik, seluruh aset Gayus yang diduga diperoleh dari dana tak halal, harus disita dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Bayangkan saja, uang Rp 100 miliar yang seharusnya masuk ke kas Negara, dia tilep bersama kroninya. Bisa saja itu jumlah yang diketahui publik. Bagaimana dengan dana haram lainnya yang berhasil dia kumpulkan. Bisa jadi lebih besar. Karena itu hukuman yang pantas untuk dia adalah menyita semua harta bendanya. Tanpa tersisa. Ini adalah hukuman yang adil. Apalagi, sudah banyak jiwa yang menderita karena ulahnya. Tidak ada istilah empati dan tenggang rasa bagi penjahat kemanusian seperti Gayus Tambunan ini.
Obat ketiga adalah mendesak Gayus untuk terus terang dan mengungkap apa saja yang sebenarnya terjadi dalam kasus mafia pajak ini. Siapa saja yang terlibat, berapa nilai sogokan, pemicu merebaknya mafia pajak, dan sebagainnya. Obat terakhir adalah dengan mematikannya. Gayus itu seperti virus atau minimal bakteri yang mampu menyebar ke seluruh tubuh. Dan, Gayus ini adalah bagian terkecil dari system dalam tubuh bangsa ini yang rusak. Artinya, jika semua obat yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit itu tak lagi mempan, maka jalan terakhir adalah mematikannya. Lihatlah negeri Tiongkok.
Dulu, Tiongkok adalah Negara koruptor. Namun, adanya kemauan kuat dari pemimpin negerinya untuk memperbaiki diri, Negara tirai bambu ini dikenal sebagai negeri yang bersih dari tindak korupsi. Meski ada, jumlahnya bisa diminimalisir. Ini tidak lepas dari ketegasan pemerintah negeri itu yang akan menghukum mati warganya – terutama pejabat – yang terindikasi kuat melakukan korupsi. Semoga saja langkah Tiongkok segera menginspirasi para penegak hokum negeri ini. Tanpa hukuman yang mampu memberi efek jera, korupsi masih akan tumbuh subur di negeri ini. Toh, Gayus telah bersuara. Tinggal penegak hokum mengungkapnya segamblang-gamblangnya. Semoga !